Beberapa hari ke depan umat Islam akan merayakan Idul Adha dan ibadah kurban. Karena masih dalam masa pandemi virus corona (Covid-19), pelaksanaan hari raya Idul Adha dan penyembelihan kurban wajib memperhatikan panduan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan ormas keagamaan. “Beberapa hal yang perlu diimplementasikan saat penyembelihan hewan kurban adalah menerapkan prokes yang ketat, kondisi hewan kurban itu sendiri dan pola pendistribusian daging kurban,” ungkap Humas Dies Natalis Fakultas Peternakan Unsoed ke-55, Ir.H.Alief Einstein, M.Hum.
Sementara itu, dosen Pendidikan Agama Islam Fakultas
Peternakan Unsoed, Lis Safitri,S.Th.I.M.Pd memaparkan bahwa ibadah kurban
merupakan sunnah muakadah atau sunnah yang sangat dianjurkan dan mendekati
wajib bagi seorang muslim yang mampu. Sehingga, meninggalkannya tergolong
makruh. “Hukum dasar tersebut dapat berubah menjadi wajib apabila seseorang
telah bernazar untuk berkurban. Selain itu, Imam Malik menyatakan bahwa hewan
yang telah direncanakan atau diniatkan untuk dijadikan kurban hanya boleh
disembelih untuk kurban saja, tidak boleh untuk kepentingan lain,” jelas dia.
Lis Safitri,S.Th.I. M.Pd. (Dosen Pendidikan Agama Islam Fakultas Peternakan Unsoed).
Ibadah kurban dengan hewan telah dicontohkan oleh para
umat-umat terdahulu sejak masa Nabi Adam as. QS. al-Maidah/5: 27 menceritakan
bahwa dua putra Nabi Adam as bernama Qabil dan Habil telah melakukan kurban
dengan domba. Sementara kurban pada saat Idul Adha merujuk pada amalan yang
diperintahkan kepada Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as.
Lis menambahkan, pada hakikatnya perintah berkurban
merupakan bukti keikhlasan, kerelaan, dan ketaatan atas perintah Allah SWT. Terutama,
menunjukkan sikap qana’ah atau merasa cukup dengan harta yang telah didapatkan.
Rasa cukup terhadap rejeki yang diraih salah satunya
dibuktikan dengan kerelaan untuk mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki.
Selain itu, ibadah kurban juga mengemban nilai solidaritas terhadap
kesejahteraan sosial. Tidak semua orang mendapat kesempatan untuk mengakses
makanan yang baik. Oleh karena itu, ibadah kurban melatih manusia untuk berbagi
rejeki dan kebahagiaan kepada orang lain.
“Selain niat yang tulus, kesempurnaan ibadah kurban juga
ditentukan oleh kualitas hewan yang dikurbankan. Nabi Muhammad SAW telah
memberikan panduan untuk memilih hewan kurban. Di antaranya hewan dapat berupa
unta yang berusia sekitar 5 tahun, kambing yang berusia sekitar 1tahun, dan
domba berusia lebih dari 6 bulan,” papar Lis.
Para ulama memang memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai
batasan usia masing-masing hewan kurban. Akan tetapi, usia tersebut merupakan
panduan awal, selain itu aspek kepantasan juga patut diperhitungkan agar
menghasilkan banyak bagian yang dapat dikonsumsi manusia. Sebagaimana hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam bab ma la yajuzu minal adlhahi,
hewan yang dikurbankan juga harus memenuhi syarat lain, seperti sehat.
Hewan yang memiliki penyakit antraks, cacing hati,
penyakit mulut, dan kuku, serta penyakit zoonosis lainnya tidak boleh dikurbankan
karena akan membahayakan manusia serta menjadikan hasil potongannya menjadi
tidak bermanfaat. Syarat lain adalah tidak boleh memiliki cacat permanen
seperti kebutaan, terpotongnya telinga atau bagian tubuh lain, tanduk yang
pecah, serta pincang. “Mazhab Syafii memberikan syarat kesempurnaan fisik dari
kecacatan permanen hewan kurban. Sementara gigi yang tanggal tidak termasuk ke
dalam bagian-bagian yang disyaratkan kesempurnaannya. Karena kurban merupakan
ibadah solidaritas, maka Rasulullah SAW mensyaratkan hewan tersebut harus gemuk
dan proporsional. Hewan yang kurus kering tentu tidak boleh dipilih menjadi
hewan kurban,” tandas Lis.
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer