Tiara Nur Azmi Irawati (Teknik Pertanian), Syahra Alifia (Teknik Elektro), dan Pudak Wangi Kencana Rinonce (Teknologi Pangan). |
Hama wereng merupakan hama padi yang paling berbahaya dan merugikan, khususnya di Indonesia. Serangga kecil ini menghisap cairan tanaman padi yang sekaligus menyebarkan virus. Akibatnya tanaman padi terinfeksi penyakit tungro dan mengakibatkan gagal panen. Saat ini tanaman padi di Indonesia sangat rentan terhadap hama wereng. Hal tersebut terbukti dengan beberapa tahun kasus yang meresahkan petani akibat mewabahnya hama wereng, demikian pemaparan Koordinator Sistem Informasi Unsoed Ir. Alief Einstein, M.Hum.
Data BPS tahun 2020 yang diklasifikasi menurut provinsi tahun 2018-2020 menunjukkan terjadinya penurunan luas panen padi dari 2018 hingga 2020, dari sebesar 11.377.934,44 ha menjadi 10.786.814,17 ha. Produktivitas panen padi juga mengalami penurunan drastis dari 59.200.533,72 ton menjadi 55.160.548,20 ton. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka penyebaran hama wereng tanaman padi menjadi ancaman bagi meningkatnya produktivitas pertanian terutama padi. Dengan demikian, dibutuhkan terobosan peran teknologi yang dapat membantu petani dalam mengatasi penyebaran hama wereng pada tanaman padi sehingga tidak sampai mengganggu pertumbuhan tanaman padi, kata Dosen Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Unsoed Dr. Ardiansyah yang juga anggota International Society of Paddy and Water Environment Engineering (PAWEES) dan dosen ahli Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan.
Sebagai upaya ikut andil memberikan solusi, 3 orang mahasiswa Unsoed, bernama Tiara Nur Azmi Irawati (Teknik Pertanian), Syahra Alifia (Teknik Elektro) dan Pudak Wangi Kencana Rinonce (Teknologi Pangan) berinisiatif untuk mengembangkan perangkat pengendali hama menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau drone.
Pengendali hama menggunakan UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau Drone. |
Kegiatan pembuatan perangkat ini didanai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemdikbud) melalui skema Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Pada kegiatan ini, Tiara dkk mendapat arahan dari alumni S3 University of Tokyo, Tokyo-Jepang Dr. Ardiansyah sebagai dosen pendamping.
Ide ini bermula dari permasalahan sebelumnya, dimana pengusir hama dengan ultrasonik diletakkan pada tiang stasioner. Jika diletakkan di sawah, perlu penempatan tiang pada beberapa lokasi. Tiang-tiang tersebut dapat mengganggu pekerjaan sawah petani. Karenanya, pengusir hama ini diterbangkan dengan drone. Sebelum diterbangkan lintasan terbangnya dibuat dan diatur untuk menetap selama durasi yang ditentukan pada titik-titik tertentu.
Inovasi penggunaan drone dan ultrasonik pada lahan sawah bertujuan untuk mengendalikan hama wereng coklat dalam luasan yang lebih besar. Selain itu, perangkat ini sangat mendukung pertanian berkelanjutan karena tanpa membutuhkan bahan kimia (pestisida).
Perangkat pengendali hama ini portable sehingga dapat digunakan di berbagai tempat. Tenaga yang digunakan pada alat ini menggunakan power bank, sehingga tidak perlu aliran listrik terus-menerus. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan lima buah sensor ultrasonik, kemudian dirangkai menggunakan mikrokontroler guna membaca lebar pulse width modulation (PWM) untuk perhitungan luas areal yang dihasilkan dari pancaran gelombang ultrasonik. Rangkaian tersebut kemudian disambungkan dengan drone yang di desain agar dapat diterbangkan di atas lahan.
Cara kerja dari alat ini adalah drone akan terbang sesuai dengan sirkuit yang telah dibuat. Lalu sinyal dipancarkan oleh pemancar ultrasonik dengan frekuensi tertentu dan dengan durasi waktu tertentu. Sinyal tersebut berfrekuensi di atas 40kHz dan akan mengukur jarak benda (sensor jarak). Sinyal yang dipancarkan akan merambat sebagai gelombang bunyi dengan kecepatan sekitar 340 m/s. Ketika menumbuk hama wereng, maka sinyal tersebut akan dipantulkan oleh benda tersebut dan akan menghasilkan suara yang bisa membuat hama wereng terganggu metabolismenya. Dimana pada bunyi ultrasonik > 20 kHz terjadi gangguan komunikasi wereng, menghambat perkembangbiakan, mengacaukan pola reaksi gerak, dan membubarkan dari komunitasnya. Pada frekuensi yang lebih tinggi mampu menimbulkan reaksi gerak pasif hingga hama mati.
Tiara mengatakan, rencana ke depannya, alat ini akan dikembangkan dengan sistem cerdas pendeteksi lokasi padat hama, sehingga lama dan posisi menetap bervariasi. Menurutnya, perlu teknologi computer vision untuk mewujudkan hal ini.
1 Komentar
Pembuatan alat yang kekinian, tapi saat pengusiran wereng, apakah hanya berpindah atau mati?
BalasHapusJika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer