Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) merupakan penyakit hewan yang sangat mudah menular
Kemunculan Penyakit Mulut dan Kuku yang mewabah mengakibatkan kerugian secara nasional, termasuk kerugian di sektor lain, seperti pariwisata, ekspor komoditas pertanian, penurunan populasi ternak, dan dampak pangan yang berasal dari daging sapi. Begitu besarnya potensi kerugian yang harus ditanggung oleh industri peternakan, maka perlu mengendalikan wabah PMK dan menahan penyebarannya, demikian pemaparan Humas Dies Natalis ke-56 Fakultas Peternakan Unsoed Ir.Alief Einstein,M.Hum. usai bincang-bincang dengan alumni Fakultas Peternakan Unsoed angkatan 1985 Bambang Suharno.
Bambang Suharno menjelaskan bahwa ketika terjadi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia sejak Mei 2022 lalu, banyak orang terkejut melihat betapa banyaknya kerugian yang diderita peternak. Masyarakat baru tersadar bahwa sejak 1990 Peternakan Indonesia dibuai oleh situasi yang nyaman tanpa PMK. Kondisi baik bertahun-tahun ini dirasakan sebagai hal yang biasa saja, hingga masyarakat lupa (atau melupakan) bahwa sebelum tahun 1990 negeri ini harus berjibaku menghadapi ancaman PMK yang menghabiskan dana triliunan rupiah.
Menurut Bambang Suharno masyarakat juga banyak yang tidak tahu bahwa pada periode bebas PMK tahun 1990 hingga 2022, Indonesia mengalami masa heroik dalam upaya mempertahankan diri dari masuknya wabah PMK. Masa itu berlangsung tahun 1999-2003 berupa pandemi PMK dimana banyak negara yang semula bebas PMK diserbu wabah PMK yang sangat tidak mudah diberantas.
Negara Eropa yang menerapkan sistem yang sangat ketat seperti Inggris dan Perancis kebobolan wabah PMK dan harus memusnahkan jutaan ekor sapi (stamping out) sebagai upaya agar segera kembali mendapat status bebas PMK.
Mengapa Indonesia, sebagai negara berkembang, kali ini bisa bertahan dengan status bebas PMK? Ini karena Pemerintah waktu itu menerapkan kebijakan maximum security (pengamanan maksimum). Konsep kebijakan ini digagas dan diterapkan langsung oleh Dirjen Peternakan saat itu, Dr.Drh.Sofjan Soedardjat,MS. Keputusan menerapkan kebijakan Maximum Security adalah keputusan yang berani, karena sebagai pejabat eselon satu ia harus meyakinkan atasannya (Menteri Pertanian), juga Menteri terkait lainnya, Lembaga DPR, MPR, dan juga presiden bahwa kebijakan ini akan efektif. Ia harus berkejaran dengan waktu antara berkordinasi dengan atasan, bawahan, lintas kelembagaan, dan sekaligus juga segera melakukan langkah taktis agar Indonesia tidak kebobolan PMK, kata Bambang Suharno.
Konsekuensi dari kebijakan Maximum Security, Sofjan sebagai Dirjen Peternakan harus tegas menolak bantuan daging dari negara lain yang tertular PMK, menolak kapal bermuatan jagung dari negara Argentina dan Brasil yang tengah dilanda wabah PMK, menerapkan disinfeksi terhadap Pangeran Charles yang berkunjung ke Indonesia karena Inggris sedang mengalami wabah PMK, menerapkan disinfeksi super ketat terhadap pemimpin negara G-20 yang waktu itu mengadakan pertemuan di Indonesia, menolak impor kulit dari negara Afrika, membatalkan rencana presiden Libya Muammar Khadafy yang berencana menunggang unta di Indonesia dengan unta yang dibawa dari Libya, dan berbagai kebijakan yang pastinya harus melalui proses birokrasi yang tidak sederhana. Untunglah akhirnya upaya yang dianggap “berlebihan” oleh sebagian orang ini, berhasil membuat Indonesia lolos dari serangan wabah PMK. Waktu itu wabah melanda ratusan negara ini hanya menyisakan 5 negara yang tetap bebas PMK, dimana salah satunya adalah Indonesia, jelas Bambang Suharno.
Sebagai apresiasi atas keberhasilan Indonesia saat itu, tahun 2003 Menteri Pertanian Prof Bungaran Saragih didampingi Dirjen Peternakan Sofjan Soedardat diundang oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties /OIE) untuk berpidato di depan para Menteri anggota OIE. Menteri Pertanian Indonesia saat itu berbagi pengalaman tentang keberhasilan Indonesia tetap bebas PMK. Inilah momen yang pastinya sangat membanggakan, ungkap Bambang Suharno.
Selanjutnya Bambang Suharno menjelaskan sayangnya, kisah sukses menyelamatkan negara dari serangan wabah PMK periode ini sepi dari berita. Masyarakat menganggap bahwa tidak ada PMK adalah hal biasa saja.
Dr.Sofjan begitu gigih mempertahankan Indonesia bebas PMK bukanlah tanpa sebab. Pengalamannya sebagai Ketua Tim Operasional Pemberantasan PMK yang mewabah tahun 1983 menjadikan ia punya pemahaman dan pengalaman yang mendalam tentang PMK. Di usianya yang masih 30-an tahun, Sofjan saat itu dipercaya sebagai ketua tim operasional yang harus mampu berurusan dengan lintas kementerian hingga Polri dan TNI. Ia ditempa dengan situasi wabah. Bukan saja ditempa dalam keahlian sebagai dokter hewan yang menangani wabah, melainkan kemampuan berkordinasi dengan pejabat lintas sektoral, memimpin tim peternakan di pusat dan daerah, juga berkordinasi dengan pejabat TNl dan POLRI, serta yang tidak kalah pentingnya, melakukan penyediaan vaksin dan obat-obatan dengan cepat, kata Bambang Suharno.
Keberhasilan Indonesia mendapat pengakuan bebas PMK tahun 1990, kata Bambang Suharno tak lepas dari peran Dr.Sofjan bersama timnya. Tak heran jika, di tahun 1999-2003 dengan jabatannya sebagai Dirjen, ia berjuang keras agar PMK tidak masuk ke Indonesia. Dia juga bersama seniornya Dr.drh.Soehadji dan beberapa tokoh peternakan pada tahun 2010 melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) gara-gara UU no 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan membolehkan impor komoditi peternakan dari negara yang belum bebas MK.
Kini tatkala wabah PMK benar-benar terjadi di Indonesia, kita perlu kembali melihat sejarah. Mengambil pelajaran penting dari semua kejadian. Itu sebabnya Dr.Sofjan menulis buku tentang pengalaman memberantas PMK dan mempertahankan status bebas PMK melalui kebijakan Pengamanan Maksimum. Bukunya berjudul “Pengamanan Maksimum Kesehatan Hewan dan Risalah Khusus PMK di Indonesia”, jelas Bambang Suhatno.
Bambang Suharno mengatakan bahwa Buku diterbitkan oleh GITA Pustaka (PT Gallus Indonesia Utama) dan diluncurkan dalam webinar nasonal STATEGI INDONESIA BEBAS PENYAKIT MULUT DAN KUKU (PMK) pada 14 September 2022. Acara ini dalam rangka bulan bakti Peternakan dan Kesehatan Hewan sekaligus ultah ke20 PT Gallus Indonesia Utama. Acara akan dibuka oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Dr.Nasrullah, dengan moderator Bambang Suharno (Direktur PT Gallus Indonesia Utama/Pemred Majalah Infovet).
Bambang Suharno menambahkan bahwa terbitnya buku ini diharapkan dapat menjadi referensi keilmuan, kebijakan, dan pengalaman yang menjadi pelajaran untuk saat ini dan masa depan.
Penulis : Alief
Foto : Bambang
0 Komentar
Jika kesulitan posting komentar via hp harap menggunakan komputer